KIAT 2: Beramal shaleh

Yang dimaksud dengan amal shaleh ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syariat yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi persyaratan datangnya keberkahan, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas. Dan juga ditegaskan pada janji Allah berikut,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shaleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."(Qs. an-Nur: 55).

Tatkala Allah Ta'ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُواْ التَّوْرَاةَ وَالإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيهِم مِّن رَّبِّهِمْ لأكَلُواْ مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم

"Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (al-Qur'an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (Qs. al-Maidah: 66).

Ulama ahli tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan "mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki" ialah Allah akan melimpahkan kepada mereka rezeki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih lesu dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketenteraman hidupnya (baca Tafsir Ibnu Katsir, 2/76).

Dan bila kita telah mendapatkan kemudahan hidup dari atas dan bawah kita, niscaya kehidupan kita akan penuh dengan kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan keberhasilan.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang beramal shaleh, baik lelaki maupun perempuan sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Qs. an-Nahl: 97).

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menyebutkan hadits tentang dikembalikannya keberkahan bumi, beliau menyatakan, "Tidaklah hal itu terjadi melainkan atas keberkahan penerapan syariat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setiap kali keadilan ditegakkan, niscaya keberkahan dan kebaikan akan melimpah ruah".
Bila demikian adanya, tidak heran bila Allah Ta'ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ . مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ . إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

"Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidaklah menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka, dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Qs. adz-Dzariyaat: 56-58).

Di antara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal shaleh ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh untuk menjaga agar harta warisan yang dimiliki oleh dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut, sehingga tidak nampak dan diambil oleh orang lain. Allah Ta'ala berfirman,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ

"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-mu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhan-mu." (Qs. al-Kahfi: 82).

Ulama tafsir menyebutkan bahwa ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang shaleh bukanlah ayah langsung kedua anak tersebut, akan tetapi kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang shaleh akan dijaga, dan keberkahan amal shalehnya akan meliputi mereka di dunia dan di akhirat. Ia akan memberi syafaat kepada mereka dan derajatnya akan ditinggikan ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an dan as-Sunnah." (Tafsir Ibnu Katsir, 3/99).

Akan tetapi sebaliknya, bila kita enggan untuk beramal shaleh atau bahkan mengamalkan kemaksiatan, maka yang kita petikpun juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas. Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

"Dan barangsiapa berpaling dari beribadah kepada-Ku/ peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaaha: 124).

Ulama ahli tafsir menyebutkan, bahwa orang-orang yang berpaling dari mengingat Allah dengan beribadah kepada-Nya, maka kehidupannya akan senantiasa dirundung kesedihan dan duka. Yang demikian karena mereka senantiasa disiksa oleh ambisi menumpuk dunia, sifat kikir yang senantiasa membakar hatinya, dan rasa takut akan kematian yang senantiasa menghantuinya (baca Adhwa'ul Bayan oleh Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithy, 4/197).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

(إن الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه أحمد وابن ماجة والحاكم وغيرهم

"Sesungguhnya, seseorang dapat saja tercegah dari rezekinya akibat dari dosa yang ia kerjakan." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim dan lain-lain).
Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dilintasi oleh rombongan pengusung janazah, spontan beliau bersabda:

مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنهُ؟ قالوا: يا رسول الله، مَا المُسْتَرِيحُ والمُسْتَرَاحُ منه؟ قال : (العَبدُ المؤمن يَسْتَرِيحُ من نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إلى رحمة الله، والعبد الفاجر يستريح منه العبادُ والبِلاَدُ والشَّجر والدَّواب.) متفق عليه

"Apakah ia orang yang beristirahat atau diistirahati darinya? Para sahabat bertanya, 'Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan orang yang beristirahat atau diistirahati darinya?' Beliau menjawab, 'Seorang hamba yang beriman, akan beristirahat (dengan kematian) dari kepayahan dunia dan gangguanya. Sedangkan seorang hamba yang keji (fajir), para manusia, negeri, pepohonan dan binatang akan teristirahatkan darinya." (HR. Muttafaqun 'alaih).

Ulama pensyarah hadits ini menyatakan, "Terbebaskannya negeri dan pepohonan dari orang keji ialah terhindarnya hal itu semua dari dampak kemaksiatan yang ia lakukan, karena kemaksiatannya itu adalah biang terjadinya kekeringan, sehingga menyebabkan tetumbuhan dan binatang menjadi binasa."

Ibnu Qayyim berkata, "Dan di antara hukuman perbuatan maksiat ialah kemaksiatan akan menghapuskan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amalan, amal ketaatan. Dan secara global, kemaksiatan menjadi penghapus keberkahan setiap urusan agama dan dunia. Karenanya, tidaklah akan engkau dapatkan orang yang umur, agama, dan dunianya paling sedikit keberkahannya dibanding orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah. Tidaklah keberkahan dihapuskan dari bumi kecuali dengan sebab perbuatan maksiat manusia." (Al-Jawabul Kafi, 56).

Di antara contoh nyata akibat buruk yang harus diderita oleh manusia dari dicabutnya keberkahan dari kehidupannya ialah membusuknya daging, dan basinya makanan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan, bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,

(لولا بنو إسرائيل لم يَخْبُثِ الطَّعَامُ ولم يَخَْزِ اللَّحْمُ. (متفق عليه

"Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra'il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk." (HR. Muttafaqun 'alaih).

Para ulama menjelaskan, bahwa tatkala Bani Isra'il diberi rezeki oleh Allah Ta'ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka melanggar perintah ini dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukum mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk (Ma'alim at-Tanzil oleh al-Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi, 10/59 dan Fathul Barioleh Ibnu Hajar, 6/411).

Al-Munawi berkata, "Hadits ini adalah suatu isyarat yang menunjukkan, bahwa membusuknya daging merupakan hukuman atas Bani Israil, akibat mereka kufur terhadap kenikmatan Allah. Yaitu tatkala mereka menyimpan daging burung puyuh, sehingga menjadi busuk, padahal Allah telah melarang mereka dari hal itu dan sebelum kejadian itu, daging tidak pernah membusuk." (Faidhul Qadir, 5/437).

(sumber: www.pengusahamuslim.com)
Kalau mau download file ini, silakan klik di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar